Sunday, February 9, 2014

(Tidak) Ada Cinta Terlambat


(Tidak) Ada Cinta Terlambat
#part 4

            Hampir setiap hari untuk mengobati rasa rinduku kepadamu, aku hanya bisa memeluk syal rajut yang dibuatkan olehmu. Syal berwarna biru muda dengan bertuliskan namaku, Amir Syarief, begitu rapi kau buatkan untukku. Teringat olehku, 11 tahun lalu dengan malu-malu kau memberikan sebuah kotak berbungkus kado. Kau hanya berkata, “Ini untukmu, semoga kau suka. Mmh, o iya, terima kasih lukisannya. Lukisanmu sangat indah.” Setelah berkata, kau berlalu seolah tak “memberikan kesempatanku” untuk mengucapkan terima kasih dan berkata “Lukisan itu khusus kubuat untukmu.”
            Naina, akhirnya kita bisa bertemu lagi. Namun, apakah kemarin merupakan waktu yang tepat untuk berjumpa, yakni saat acara lamaran sahabatku, Nakula? Beberapa tahun lamanya tak kudengar kabar darimu, tapi ketika mendapat kabar, ternyata kaulah yang akan menjadi calon istri Nakula.
            Seperti aku, Nakula akan memberi tahu siapa calon pendamping hidupnya ketika sudah melamar perempuan pilihannya. Ketika kuketahui, ternyata perempuan itu adalah kau. Terkejut, tentu. Bahagia, pasti. Ya, aku terkejut karena tak menyangka calon istri sahabatku adalah perempuan yang kucintai sejak sekolah dulu. Aku bahagia karena akhirnya Nakula pun akan menikah. Ikhlaskah aku? Relakah diriku jika perempuan yang akan dipinang Nakula pada dua bulan ke depan adalah dirimu?
Masih cintakah diriku ini kepadamu, Naina? Tak bisa kupastikan lebih. Aku sadar, bulan depan aku akan menikah dengan Aira. Aku sangat menyayanginya, tapi apakah aku mencintai Aira seperti aku mencintaimu? Terlebih, saat kemarin kita bertemu lagi, seolah itu membangkitkan gejolak asa yang kupendam terhadapmu selama bertahun-tahun.
Naina sama seperti Aira, cantik, baik, cerdas, berjilbab. Adapun yang membedakan keduanya, Aira jauh lebih periang dibandingkan Naina. Ya, walaupun begitu, sekarang Aira sedikit berubah, lebih feminin.
Naina, namamu, wajahmu, suaramu tak pernah kulupa. Kemarin kau tampak cantik sekali. Salahkah aku, jika sesekali kupandangi dirimu dari kejauhan dan ups khilafku, membandingkannya dengan Aira, calon istriku sendiri.
Ya, seandainya dulu kukatakan saja secara jujur tentang perasaanku kepadamu Naina. Pastinya kau juga menungguku untuk menyatakan itu. Namun, mungkin ini sudah menjadi takdirku dari-Nya. Tak sempat utarakan cinta, tapi mendapati orang yang dulu kucinta ternyata akan menikah dengan sahabatku sendiri. Itu tandanya aku harus mengikhlaskannya bersanding dengan Nakula. Sudah menjadi keputusan tepat bagi Nakula karena dia memilih Naina untuk menjadi istrinya.
Namun, mengapa hingga sekarang rasa sesak dan nyeri hati itu ada? Tidak, aku harus bisa menghilangkannya. Aku harus bisa melupakan Naina. Sebulan lagi aku akan menikah dengan Aira. Tak mungkin jika aku menikah dengan perempuan pilihanku, tapi di satu sisi terselip cinta untuk Naina, calon istri sahabatku sendiri. Tidak, ini semua harus kucegah, jangan sampai melampaui batas. Aira-lah yang akan menjadi istriku, pendamping hidupku. Aku harus menjaga perasaan ini. Harus bisa!

             

No comments:

Post a Comment