Friday, March 11, 2016

Masih Berlakukah Aturan Itu?

Setiap hari kerja, Senin--Jumat, tepatnya saat pagi dan sore hari, Jakarta selalu dipadati oleh kendaraan, baik kendaraan umum maupun pribadi, beroda dua dan empat. Akibatnya, jalanan macet, tersendat, padat merayap hingga beberapa kilometer. Fakta ini tentu saja lumrah karena Jakarta merupakan Ibu Kota, dapat dikatakan pusatnya aktivitas para pekerja dalam mencari nafkah.

Namun, salah satu hal yang membuat saya prihatin, yakni "bebasnya" kendaraan selain Transjakarta (TJ) dan APTB yang melewati jalur busway. Padahal, bukankah sudah ada aturan--yang saya lupa kapan disahkannya--kendaraan selain TJ dilarang melewati jalur busway. Akan tetapi, pada kenyataannya, di salah satu kawasan Jakarta, kendaraan, seperti bus, kendaraan pribadi, truk, bahkan motor, bebas saja melewati jalur tersebut.

Memang, batas antara jalur busway dan kendaraan umum tidak tinggi, tidak seperti kawasan Jakarta Selatan (tepatnya kawasan dari Kuningan--Ragunan), dan inilah yang menyebabkan beberapa jenis kendaraan tersebut tak peduli melewati jalur busway. Sayangnya, sebagian besar yang melewati halus busway itu mobil-mobil pribadi yang bagus, bahkan tampak mahal (ckckck). Tentu saja, cara pengemudi kendaraan tersebut melewati jalur busway merupakan bentuk kesengajaan dengan alasan agar lebih cepat dalam menempuh perjalanan. Padahal, ujung-ujungnya kena macet juga. Selain itu, alasan lain, mungkin, melewati jalur busway pasti tidak akan diketahui polantas atau aparat lalu lintas lainnya sehingga sudah pasti tak didenda. Dari sini, menurut saya, adanya aturan tentang pelarangan kendaraan baik beroda dua maupun empat melewati jalur busway selain TJ hanyalah sebuah simbolik, peraturan yang tidak tegas sehingga baik sadar maupun tidak sadar "mendidik" pengemudi kendaraan selain TJ menjadi tidak tertib, tidak taat aturan. Miris, ya? #sokkritis

Nah, selain kendaraan pribadi yang melewati jalur busway, pernah juga saya lihat truk sampah melewati jalur tersebut. Ckckck... Untungnya, bak sampah pada truk tersebut ditutup rapat oleh terpal, jadi bau sampah tak terlalu menyengat dan tidak terlihat sampah yang berjatuhan ke jalan. Taksi juga cukup sering melewati jalur itu. Mobil-mobil mewah, misalnya Alpard juga melewatinya. Sayangnya, saya belum pernah melihat tronton lewat di jalur tersebut. Seandainya lewat, pasti wow banget!

Ya, dari pemaparan di atas, saya prihatin saja dengan pelanggaran terhadap salah satu aturan lalu lintas tersebut. Masih berlakukah aturan pelarangan melewati jalur busway itu? Pertanyaan tersebut hinggap dalam pikiran saya. Kalau peraturan seperti itu saja dilanggar, bagaimana dengan aturan-aturan--yang bisa jadi dianggap sebagai aturan ringan karena sanksinya tak besar/ ketat--yang lain? Akankah lebih mudah dilanggar daripada dijalankan? Kalau memang demikian, tujuan dibuatnya suatu peraturan seolah sia-sia saja. Percuma. Toh, bila kenyataannya sudah capek-capek dibuat, menggunakan waktu yang lama, dan mengeluarkan biaya banyak, ujung-ujungnya seperti dianggap angin lalu. #ups!

Thursday, March 10, 2016

PATOLOGI BAHASA, mmh...

Apakah teman-teman pernah mendengar istilah patologi bahasa? Apakah istilah ini masih terlalu asing di telinga kalian atau sebenarnya pernah mendengar tanpa peduli makna istilah tersebut?

Memang sih, saya juga baru mengetahui istilah tersebut hampir dua tahun lalu. Istilah itu, menurut saya, jarang juga digunakan, terlebih masih sangat terbatas buku-buku yang menggunakan istilah "patologi bahasa". Hal itu karena kebanyakan buku, khususnya dalam lingkup linguistik terapan, lebih banyak membahas gangguan berbahasa. Ya, dapat juga membahas antara bahasa dan kognisi. Selain itu, info-info terkait patologi bahasa, berdasarkan yang saya cari di internet, juga tak terlalu banyak.

Dalam tulisan ini saya belum bisa membahas apa itu patologi bahasa. Apa saja hal-hal yang terkait di dalamnya, pendeskripsiannya seperti apa, mengingat beberapa sumber terbatas dan belum mumpuni bagi saya. Namun demikian, insya Allah, saya akan sedikit memberi gambaran tentang patologi bahasa bila waktunya tepat dan saya pun siap (ciey...).

Secara garis besar, patologi bahasa dapat dikatakan berkaitan dengan pragmatik, psikolinguistik, bahkan neurolinguistik. Dengan kata lain, pembahasan tentang patologi bahasa menjadi hal menarik untuk dibahas, bahkan didiskusikan. Nah, kalau begitu dapat dipastikan bahwa ilmu tentang bahasa itu luas, tidak terbatas membahas kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, serta EYD. Sungguh unik dan menarik bukan?