Saturday, August 3, 2013

Lihatlah Mereka (di Sekitar Kita)

Selama Ramadhan tahun ini saya perhatikan, setiap pulang kantor, tepatnya di bilangan Pejaten, di sepanjang jalan menuju halte Transjakarta Pejaten Philips, saya temui beberapa tunawisma. Mereka umumnya membawa anak kecil, seperti batita, gerobak, dan juga beralaskan karung tipis.

Jujur saja, saya sedih melihatnya. Terlebih, melihat batita yang tampak kecil, dininabobokan oleh ibunya. Logikanya, pantaskah anak seusia itu berada di tengah dinginnya malam menikmati "hidup ramainya" Jakarta? Padahal, semestinya mereka berada di rumah untuk beristirahat. Namun ini, jangankan di rumah, mereka hanya ditidurkan di alas karung tipis dengan diselimuti kain yang sudah usang. Bahkan, gerobak pun tak layak untuk dijadikan tempat tinggal bagi bocah itu.

Memang, orang tua mereka--maaf--tidak meminta-minta, hanya duduk saja sambil mengawasi anak-anaknya yang masih kecil, entah tidur atau bermain di sekitarnya. Saya pun berpikir, bagaimana jadinya jika terjadi hujan? Di mana mereka berteduh? Lalu, bagaimana dengan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka jika sedari kecil saja mereka sudak "dipaksa" menghadapi kerasnya kehidupan di Jakarta?

Tidak hanya itu, setiap saya melintasi jembatan penyeberangan halte Transjakarta, duduklah dua anak, sepertinya kakak beradik, laki-laki dan perempuan, dengan berpakaian seadanya, berpenampilan--maaf--kotor, dan hanya beralaskan kertas koran. Adapun yang terpikir dalam benak saya adalah "di mana orang tuanya?" Coba bayangkan, jika anak itu harus "bekerja" demi sesuap nasi, tanpa memperoleh haknya untuk dilindungi orangtuanya, diberi kebahagiaan, dan juga menempuh pendidikan sesuai dengan seusianya.

Nah, oleh sebab itu, saya berharap semoga mereka--orangtua yang melepaskan anaknya di tengah kehidupan di Jakarta--memperhatikan apa yang menjadi hak anaknya. Memang sulit, tapi dibutuhkan kesadaran bagi mereka bahwa anak mereka tak seharusnya menikmati "dinginnya" Jakarta. Jika terus-menerus seperti ini, anak-anak itu yang kasihan karena merekalah yang menjadi korbannya.

2 comments:

  1. Kupikir judulnya mau ceritain kisah dari lirik lagu Maliq... Nggak tahunya membicarakan tentang orang-orang bergerobak. Hati-hati yas... tak selamanya orang yang bergerobak patut kita jatuhi rasa sedih atau kasihan. Bulan Ramadan kaya gini banyak yang modus dan sengaja berlaku demikian untuk mendapatkan uang. Aku pernah mergokin beberapa gerobak yang berisi anak-anak kecil dan kedua orangtuanya. Tahukah kamu... beberapa diantara mereka ada yang sengaja berganti pakaian lalu ninggalin gerobaknya gitu aja. Nggak lama ada mobil yang angkut mereka.

    Kita mesti waspada dengan hal-hal kaya gitu. Nggak bermaksud untuk suuzon tapi toh aku lihat dengan mata sendiri bahwa banyak yang berlaku demikian di saat bulan ramadan. Tapi mungkin nggak semuanya wallahualam... yang pasti di sekitar Bintaro dan jakarta banyak yang modus seperti itu. Bahkan untuk pengemis sekalipun. Apapun itu yang penting niat dari kita kalau menolong sih. Tapi kita juga harus sadar dan paham siapa orang yang sebenarnya kita tolong. Apakah mereka benar-benar membutuhkan atau sengaja berlaku demikian untuk menarik simpati dan empati kita?

    ReplyDelete
  2. Iya Rei, Terima kasih atas infonya :) Jujur saja, kalau aku sih kasihan sama anak-anak mereka, terlebih batita. Batita kan seharusnya dijaga di rumah, bukan di luar "alam bebas" Jakarta. Kaihan fisik dan perkembangannya...

    ReplyDelete