Tuesday, August 9, 2016

Afasia Broca dan Wernickle



Berbahasa adalah komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Hal inilah yang dilakukan manusia dalam sehari-hari. Namun demikian, tahukah Anda bahwa berbahasa yang Anda lakukan selama ini merupakan pengaruh dari struktur dan kinerja otak? Bila terjadi gangguan atau kerusakan pada struktur otak, kinerja otak pun akan memengaruhinya, terutama dalam hal berbahasa.
            Otak memiliki dua hemisfer, yakni hemisfer kiri dan kanan. Hemisfer kiri dominan berfungsi untuk berbahasa sehingga ia berarti penting bagi penutur bahasa, sedangkan hemisfer kanan dominan berfungsi untuk menentukan emosi, isyarat baik emosional maupun verbal.
            Ilmu pengetahuan pada dasarnya selalu berkembang. Hal ini tampak pada cabang ilmu linguistik. Jika sebelumnya linguistik dikenal sebagai ilmu yang hanya mengkaji bahasa, kini cabang ilmu tersebut dapat berdampingan atau beririsan dengan ilmu-ilmu lainnya, baik dalam hal sains maupun sosial. Misalnya saja, cabang ilmu dalam lingkup linguistik, yakni psikolinguistik dan neurolinguistik. Umumnya, psikolinguistik membahas pemerolehan bahasa oleh penutur, sedangkan neurolinguistik cenderung membahas beberapa gangguan berbahasa dan biasanya gangguan tersebut dipengaruhi oleh kerusakan/cedera otak.
Salah satu bentuk gangguan berbahasa akibat kerusakan/cedera otak ialah afasia. Menurut Field (2004:16), afasia adalah gangguan terhadap ketidakmampuan memproduksi atau memahami dalam tuturan berbahasa. Biasanya, afasia ini disebabkan oleh cedera otak karena kecelakaan, stroke, dan juga beberapa efek dari demensia. Selain itu, menurut Chaer (2009:155) afasia adalah kerusakan pada daerah Broca dan Wernickle—salah satu daerah otak pada bagian hemisfer kiri—dan sekitarnya sehingga menyebabkan gangguan berbahasa. Kedua daerah itu pun dikenal sebagai pusat bahasa dalam otak.

Sejarah Singkat Broca dan Wernickle
Ketika tahun 1861, seorang ahli bedah Prancis, Paul Broca, menemukan seorang pasien yang tidak dapat berbicara. Setelah pasien itu meninggal, otaknya pun dibelah, dan ditemukan kerusakan otak di daerah frontal, tepatnya area pada lobus frontalis kiri. Selanjutnya, daerah frontal itu disebut sebagai daerah Broca. Adapun kerusakan pada daerah tersebut menyebabkan seseorang kesulitan berkata-kata (menghasilkan ujaran), tetapi tetap memahami pembicaraan.
            Melalui penelitiannya, Broca mengungkapkan bahwa kerusakan pada daerah yang sama di hemisfer kanan tidak menimbulkan pengaruh yang sama. Dengan kata lain, pasien yang mendapatkan daerah kerusakan yang sama pada hemisfer kanan akan tetap menghasil ujaran secara normal. Oleh sebab itulah, hasil penelitian tersebut menjadi dasar teori bahwa kemampuan bahasa terletak di hemisfer kiri otak dan daerah Broca berperan penting dalam proses atau perwujudan bahasa.
            Selain itu, tahun 1873 seorang neurologi Jerman bernama Karl Wernickle menemukan kasus pasien yang mempunyai kelainan wicara, yakni tidak mengerti maksud pembicaraan orang lain, tetapi masih dapat berbicara sekadarnya. Menurut Wernickle, penyebab kelainan tersebut ialah terdapat kerusakan otak pada bagian belakang (temporalis) yang kemudian disebut sebagai daerah Wernickle. Oleh karena kerusakan pada daerah tersebut, pasien sukar mengerti komprehensi pembicaraan orang meski mudah mengucapkan kata tanpa adanya gangguan pendengaran.
            Berdasarkan hasil penelitian tentang kerusakan otak oleh Broca dan Wernickle, disimpulkan bahwa hemisfer kiri otak sangat erat hubungannya dengan fungsi bahasa. Oleh sebab itulah, tak heran bila seseorang yang memiliki kerusakan otak pada daerah-daerah hemisfer kiri mengalami gangguan berbahasa.

Jenis-Jenis Afasia
Secara garis besar, afasia ada dua jenis, yakni afasia Broca dan Wernickle. Afasia Broca dikenal sebagai afasia motorik atau non-fluent. Adapun afasia Wernickle dikenal sebagai afasia sensorik atau fluent. Umumnya, pasien yang menderita afasia Broca lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan pasien afasia Wernickle. Sebagian besar penderita afasia Broca merupakan pasien yang terkena stroke. 

Afasia Broca (Motorik)
Afasia Broca terdiri atas tiga jenis sebagai berikut.
1.     Afasia motorik kortikal
Afasia jenis ini dialami oleh pasien yang tidak mampu mengutarakan isi pikiran dengan perkataan, namun masih dapat mengerti bahasa lisan dan tulisan. Dengan kata lain, pasien tersebut tidak dapat berekspresi verbal, tetapi ia masih mampu berekspresi visual (bahasa tulis dan isyarat).

2.    Afasia motorik subkortikal
Penderita afasia motorik subkortikal tidak mampu mengutarakan isi pikirannya dengan menggunakan perkataan, tetapi masih dapat mengeluarkan perkataan dengan cara membeo. Di sisi lain, pengertian bahasa verbal dan visual tidak terganggu, bahkan ekspresi visual pun berjalan normal.
3.    Afasia motorik transkortikal
Afasia yang satu ini terjadi karena terganggunya hubungan antara daerah Broca dan Wernickle. Oleh sebabnya, hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi bahasa terganggu. Selain itu, penderita afasia motorik transkortikal ini dapat mengutarakan perkataan singkat dan tepat, tetapi masih mungkin menggunakan perkataan substitusi. Misalnya, untuk mengatakan pensil, penderita tersebut bertanya “Ini, ni yang untuk menulis namanya apa, ya? Yang saya pegang ini apa, ya?
            Umumnya, penderita afasia motorik jenis apa pun bersikap “tak berdaya”. Hal itu karena keinginan untuk mengutarakan isi pikirannya besar sekali, tetapi kemampuan untuk melakukannya tidak sama sekali. Maka dari itu, tidak heran bila para penderita afasia motorik sering kali jengkel karena suatu hal yang diekspresikannya tidak dipahami sama sekali oleh orang di sekelilingnya. Misalnya, penderita hanya dapat berteriak atau berkata tidak jelas untuk mengungkapkan kejengkelannya tersebut.
            Berdasarkan penjelasan ketiga jenis afasia motorik di atas, diketahui bahwa afasia motorik kortikal termasuk jenis gangguan berbahasa paling parah bila dibandingkan dengan jenis afasia motorik lainnya. Hal itu disebabkan penderita afasia motorik kortikal ini sudah tidak mampu berekspresi verbal.

Afasia Wernickle (Sensorik)
Kerusakan terhadap daerah Wernickle menyebabkan terganggunya pengertian dari apa yang didengar (pengertian auditorik) dan juga pengertian dari apa yang dilihat (pengertian visual). Penderita afasia Wernickle atau sensorik kehilangan pengertian bahasa lisan dan tulis, tetapi masih memiliki curah verbal meskipun hal itu tidak dipahami oleh dirinya sendiri dan juga orang lain. Curah verbal ini merupakan bahasa baru (neologisme) yang tidak dipahami oleh siapa pun. Meski demikian, neologisme dapat diucapkan penderita afasia sensorik dengan nada, irama, dan melodi.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan terkait afasia di atas disimpulkan bahwa afasia merupakan salah satu bentuk gangguan kebahasaan yang terjadi pada dua daerah di hemisfer kiri otak, yakni Broca dan Wernickle. Dengan kata lain, kerusakan terhadap hemisfer kiri tersebut menyebabkan seseorang menderita gangguan berbahasa.
Bila Anda memiliki keluarga atau kerabat yang dicurigai menderita afasia karena sebelumnya mengalami stroke sehingga menyebabkan kerusakan otak, segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut agar Anda mengetahui secara jelas jenis afasia yang diderita oleh keluarga atau kerabat Anda. Terlebih, saat ini di kawasan Jakarta Timur sudah berdiri Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON), tentu saja pemeriksaan secara akurat dan intensif terhadap penderita/pasien afasia dapat dilakukan di sana.




Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Field, John. 2004. Psycholinguistics: The Key Concept. New York: Routledge.
Mardiati, Ratna. 2010. Buku Kuliah: Susunan Saraf Otak Manusia. Jakarta: Sagung Seto.